Minggu, 09 Oktober 2011

KULIAH P.KIMIA ANALISA AIR

REAKSI PEMBENTUKAN KOMPLEKS)
Penetapan kadar Ca dalam air

A. TUJUAN UMUM
Praktikan mampu mengidentifikasi dan menetapkan kadar Ca dalam suatu sampel serta mampu menetapkan kadarnya menggunakan prinsip reaksi pembentukan kompleks.

B. MATERI TERKAIT
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Senyawa ini dengan banyak kation membentuk kompleks dengan perbandingan 1 : 1, beberapa valensinya:
M++ + (H2Y)= (MY)= + 2 H+
M3+ + (H2Y)= (MY)- + 2 H+
M4+ + (H2Y)= (MY) + 2 H+
M adalah kation (logam) dan (H2Y)= adalah garam dinatrium edetat.
Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari larutan, oleh karena itu titrasi dilakukan pada pH tertentu. Pada larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya logam hidroksida.
Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam. Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator. Indikator yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a. Hitam eriokrom
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 –13 dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali.
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
C. PRINSIP REAKSI
Ca2+ + Ind.- Ca Ind. Merah Anggur
Ca Ind. Merah anggur + (H2Y)= (CaY)= + 2 H+ + Ind. Bebas (biru terang).

D. CARA KERJA
1. Tahap Pra Analitik
a. Persiapan sampel
Titrasi Kompleksometri langsung menggunakan EDTA perlu dihindarkan dari zat pengganggu yang dapat menyebabkan penegendapan logam hidroksida, maka harus ditambahkan zat pengompleks, seperti sitrat dan tatrat.
b. Persiapan Alat
Alat – alat yang digunakan untuk penetapan Ca dalam air antara lain
1. buret
2. statif
3. erlenmeyer
4. pipet volum 10 mL
5. gelas ukur 10 mL
6. gelas ukur 100 mL
7. gelas arloji
8. neraca analitik
9. kertas saring.
10.pipet volum 50 mL
11.pembakar bunsen.
c. Bahan-bahan yang digunakan adalah
1. larutan ZnCl 0,01 M
2. larutan buffer pH 12
3. aquades
4. indikator Murexide
5. larutan EDTA 0,01 M
6. cuplikan air yang ingin ditetapkan
d. Persiapan Reagen
a. Pembuatan larutan EDTA 0.05 M
1. Di timbang kurang lebih 18,62 digram gram Na2EDTA (BM 372,24)
2. Dimasukkan ke dalam labu ukur 1 liter
3. Diaduk hingga larut
4. Ditambahkan dengan aquadest sampai tanda batas
5. Dimasukkan ke dalam botol reagen coklat bertutup, dan dicampur dengan baik
6. Diberi etiket dan tanggal pembuatan.
b. Pembuatan larutan buffer NH3 pH 10
1. Dilarutkan 67,5 g NH4Cl didalam 570 ml NH4OH pekai di dalam lemari asam.
2. Ditambahkan aquades sampai volume 1 liter
c. Pembuatan indukator EBT 0,1 % padat di dalam NaCl
1. Dicampurkan 1 bagian serbuk EBT dan 100 bagian NaCl.
2. Digerus sampai halus dan homogenkan didalam mortar
3. Disimpan pada wadah coklat.

2. Tahap Analitik
a. Pembuatan dan standarisasi larutan EDTA 0,05 M dengan Calsium Carbonat 0,05 M
1. Di timbang kurang lebih 0,5005 gram CaCO3
2. ¬Dimasukkan ke dalam labu ukur volume 100,0 ml ditambahkan sedikit air.
3. Ditambahkan secara hati-hati tetes demi tetes larutan HCL 10% sampai larut ( jernih )
4. Diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas
5. Dipipet 10,0 atau 25,0 ml larutan tersebut
6. Dimasukkan ke labu Erlenmeyer volume 300 ml
7. Ditambahkan 5 ml larutan Buffer pH 10
8. Ditambahkan sepucuk indicator EBT
9. Dititrasi dengan larutan EDTA sampai warn biru terang
10. Dihitung Molaritas larutan EDTA tersebut.
b. Penetapan Kadar Ca dalam Sampel air
1. Dipipet 50,0 ml larutan sampel, dimasukkan kedalam Labu Erlenmeyer 250 ml.
2. Dipipet 5 ml Buffer pH 13 dan sepucuk pisau indicator murexide
3. Dititrasi dengan larutan EDTA sampai endpoint
4. Hitunglah kadar Ca2+ dalam sampel tersebut
Cara perhitungan
1. Molaritas EDTA yang sebenranya dihitung :
M1 x V1 = M2 x V2
M2 = M1 x V1
V2
Keterangan
M1 : Molaritas larutan CaCl2 yang dibuat.
V1 : Volume larutan CaCl2 yang dipipet
M2 : Molaritas larutan EDTA yang ditetapkan
V2 : Volume Titran (EDTA) yang dihabiskan
2. Kadar Ca2+ dalam sampel :
% Ca2+ dalam sampel = M EDTA x Vt EDTA x Be Ca+ x Vs x 100%
Wsampel x Vpengenceran
Keterangan
M EDTA : Molaritas EDTA yang sebenarnya
Vt EDTA : Volume titran EDTA yang dihabiskan
Be Ca+ : Berat eqivalen Ca2+ (40,08)
Vs : Volume pemipetan sampel
WSampel : Berat penimbangan sampel
VPengenceran : Volume larutan / sampel yang diencerkan
3. Post Analitik
Hasil dilaporkan sesuai dengan kadar yang diperoleh, sebaiknya dilakukan pengerjaan secara duplo, kemudian dibandingkan dengan persyaratan menurut SNI 01-3556-2-1999 untuk Ca kadar maksimal yang diperbolehkan adalah 2,0% b/b

sumber: catatan kimia SMK 2 Depok sleman

KULIAH P.BAKTERIOLOGI


ISOLASI BAKTERI

Mikroorganisme sangat erat kaitanya dengan kehidupan kita, ada beberapa diantaranya bermanfaat dan adapula yang merugikan.Salah satu teknik untuk membiakan ( Menumbuhkan ) bakteri, yang menjadi padat dan tetap tembus pandang pada suhu inkubasi. Media yang baik adalah agar, dapat dilarutkan dalam larutan nutrien dan bilamana menjadi gel akan tetap padat dalam kisaran temperatur yang luas.
Mikroorganisme terdapat dimana-mana didalam lingkungan kita mereka ada pada tubuh kita, didalam tubuh kita, dan disekeliling kita. Mereka merupakan komponen penting dalam ekosistem. Dihabitat alamiahnya, mereka hidup dalam suatu komunitas yang terdiri dari berbagai jenis mokroorganisme, bersama spesies-spesies biologi lainnya. Didalam komunitas ini, satu spesies mikroba dapat mempengaruhi spesies lain dengan berbagai cara-cara beberapa bersifat menguntungkan beberapa merugikan ( Pelezar, 1988 ).
Tiap-tiap laboratorium perlu menyimpan beberapa jenis biakan murni. Negara-negara yang sudah maju seharusnya mempunyai koleksi pelbagai biakan murni; biakan simpanan itu disebut juga “stock culture”. Untuk mendapatkan satu spesies saja dalam satu biakan, maka perlu diadakan suatu biakan murni (pure culture). Biakan murni dapat diperoleh dari biakan campuran (mixed culture) dengan cara sebagai berikut.
Jika kita pertama kali mengadakan biakan, biasanya yang kita peroleh itu suatu biakan campuran. Misal, kita ambil bahan (sampel) dari udara, dari tanah, dari kotoran; kalau bahan itu kita sebarkan pada medium steril, akan tumbuhlah beraneka koloni yang masing-masing mempunyi sifat-sifat yang khas. Jika kita mengambil bahan dari salah satu koloni tersebut, kemudian bahan itu kita tanam pada medium baru yang steril, maka bahan itu akan tumbuh menjadi koloni yang murni, asalkan pekerjaan pemindahan itu dilakukan dengan cermat menurut teknik aseptik, yaitu menggunakan alat-alat yang steril dan aturan-aturan laboratorium tertentu. Biakan yang kita peroleh dengan jalan demikian kita sebut biakan pertama (primary culture), dan sifatnya murni. Piaraan semacam ini dapat disimpan, tetapi tiap-tiap waktu tertentu harus diadakan peremajaan dengan memindahkannya ke medium baru. Biakan- biakan yang diperoleh dari biakan pertama disebut biakan turunan (sub-culture).
Ada biakan species bakteri yang sewaktu-waktu, yaitu tiap 2 atau 3 bulan sekali, perlu diremajakan, meskipun biakan itu selalu disimpan di dalam almari es. Untuk meremajakan biakan itu caranya sama dengan yang telah diceritakan di atas yaitu dengan memindahkan “bibit” dari koloni yang lama kepada medium yang baru. Setelah tanaman baru itu dibiarkan tumbuh beberapa jam dalam temperatur biasa (25o – 27o C), koloni baru ini dimasukkan dalam almari es, untuk diperbaharui 2 atau 3 bulan lagi (Saputro, 1988).
Cara lain untuk menyimpan biakan murni ialah dengan jalan liofilisasi yang prosedurnya sebagai berikut. Bakteri ditanam didalam air susu yang tidak mengandung lemak atau di dalam serum yang steril. Setelah tumbuh, diambillah 0,1 ml dari medium tersebut untuk dimasukkan ke dalam botol-botol kecil (ampul) yang dari dalam telah dilapisi dengan alkohol yang mengandung CO2 yang kental (temperatur -78oC). Kemudian leher botol itu dipijarkan sehingga tertutuplah botol berisi bakteri itu. Dalam keadaan demikian ini bakteri dapat disimpan sampai bertahun-tahun, asal selalu ada dalam 4oC.
2.2. Cara menyendirikan biakan murni
Dalam keadaan sebenarnya (di alam bebas) tidak ada bakteri yang hidup tersendiri terlepas dari spesies lainnya. Kerapkali bakteri patogen kedapatan bersama-sama bakteri saproba. Yang terakhir ini boleh disebut penyerbu yang membonceng (secondary invaders). Mungkin juga bakteri patogen yang membonceng. Untuk menentukan siapa pembonceng dan siapa yang diboncengi diberikan pedoman “siapa yang kedapatan di situ lebih dulu, dan siapa yang datang terkemudian”.

Untuk menyendirikan suatu spesies ada dikenal beberapa cara, yaitu:
1. Dengan Pengenceran
Cara ini pertama-tama dilakukan oleh Lister dalam tahun 1865. Ia berhasil memiara murni Streptococcus lactis yang diisolasikannya dari susu yang sudah masam.
Suatu sampel dari suatu suspensi yang berupa campuran bermacam-macam spesies diencerkan dalam suatu tabung tersendiri. Dari enceran ini kemudian diambil 1 ml untuk diencerkan lagi. Dan dari pengenceran yang kedua ini diambil 1 ml untuk diencerkan lebih lanjut. Jika dari pengenceran yang ketiga ini diambil 0,1 ml untuk disebarkan pada suatu medium padat, kemungkinan besar kita akan mendapatkan beberapa koloni tumbuh dalam medium tersebut, tetapi mungkin juga kita hanya memperoleh satu koloni saja. Dalam hal yang demikian ini kita memperoleh satu koloni murni, dan selanjutnya spesies ini dapat kita jadikan biakan murni. Kalau kita belum yakin, bahwa koloni tunggal yang kita peroleh itu murni, kita dapat mengulang pengenceran dengan menggunakan koloni ini sebagai sampel.
2. Dengan Penuangan
Robert Koch (1843 – 1905) mempunyai metode yang lain, yaitu dengan mengambil sedikit sampel campuran bakteri yang sudah diencerkan, dan sampel ini kemudian disebarkan di dalam suatu medium dari kaldu dan gelatin encer. Dengan demikian yang diperoleh hanyalah suatu piaraan adukan. Setelah medium itu mengental, maka selang beberapa jam kemudian nampaklah koloni-koloni yang masing-masing dapat dianggap murni. Dengan mengulang pekerjaan seperti tersebut di atas ini, maka akhirnya akan diperoleh biakan murni yang lebih terjamin.
Dalam melakukan metode ini ada dua orang pembantu Koch yang sangat berjasa, yaitu Petri yang menciptakan cawan dengan tutup yang sekarang terkenal sebagai cawan Petri (Petri dish). Pembantu yang kedua ialah Hese yang menemukan agar-agar untuk menggantikan gelatin. Memang agar-agar ternyata lebih baik daripada gelatin untuk bahan pengental suatu medium. Agar-agar tidak lekas mencair, titik cairnya 95o C.
3. Dengan Penggesekan
Metode ini sekarang banyak digunakan, karena tidak begitu memakan waktu, tapi dengan cara ini maka bakteri anaerob tidak dapat tumbuh.
Jika ujung kawat inokulasi dibengkokkan, kemudian ujung itu setelah disentuhkan suatu koloni lalu digesekkan pada permukaan medium padat, maka beberapa waktu kemudian daripada itu (kurang lebih setelah 12 jam) akan tampaklah koloni-koloni yang letaknya tersebat di permukaan medium. Jika diadakan pemindahan sampel dari suatu koloni yang letaknya terpencil, maka akan diperoleh suatu biakan murni.
4. Dengan Mengucilkan Satu Sel (Sincle Cell Isolation)
Kita mempunyai alat yang dapat mengambil satu bakteri dari sekian banyak, dengan tiada ikut sertanya bakteri lain. Alat semacam itu disebut mikropipet. Alat itu ditempatkan pada tangan-tangan suatu mikromanipulator. Dengan mikropipet dibuat beberapa tetesan bergantung pada suatu kaca penutup. Pekerjaan ini dilakukan di bawah obyektif mikroskop. Jika tampak suatu tetesan hanya mengandung satu bakteri, maka dengan lain mikropipet, tetesan tersebut dipindahkan ke suatu medium encer dengan maksud supaya bakteri tersebut berbiak dulu. Kemudian dari sini dapat diperoleh biakan murni. Metode ini sangat memerlukan kesabaran, lagi pula, mikromanipulator itu sangat mahal.
5. Dengan Inokulasi Hewan
Metode ini didasarkan atas suatu kenyataan, bahwa tidak semua bakteri dapat tumbuh di dalam tubuh seekor hewan. Misal kita ambil dahak dari seseorang yang sedang menderita tbc. Jika dahak itu disuntikkan ke dalam tubuh tikus putih, maka bakteri-bakteri saproba yang ikut serta itu tidak akan bertahan, sehingga kemudian kita peroleh semata-mata basil tbc saja. Biakan Pneumococcus murni dapat diperoleh dengan jalan demikian juga. Bakteri yang ketinggalan dalam tubuh tikus yang sakit atau mati itu akhirnya dapat dipindahkan ke dalam medium yang sesuai.
Inokulasi dapat dilakukan di dalam kulit (intracutaneous), dapat di bawah kulit (subcutaneous), dapat di dalam otot (intramuscular), dapat di dalam rongga tubuh atau lain-lain tempat lagi.

Sumber: cataan Denz Park Ji Kyong

Selasa, 04 Oktober 2011

 HEMATOLOGI

Nilai eritrosis Rata-rata (Mean corpuscular values) atau disebut juga Indeks eritrosit/ sel darah merah merupakan bagian dari pemeriksaan laboratorium hitung darah lengkap (Complete blood count) yang memberikan keterangan mengenai ukuran rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin (Hb) per eritrosit. Biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosis penyebab anemia (Suatu kondisi di mana ada terlalu sedikit eritrosit/ sel darah merah). Indeks/ nilai yang biasanya dipakai antara lain :
  1. Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER), yaitu volume rata-rata sebuah eritrosit disebut dengan fermatoliter/ rata-rata ukuran eritrosit.
  2. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pikogram
  3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapt per eritrosit, dinyatakan dengan persen (%) (satuan yang lebih tepat adalah “gram hemoglobin per dL eritrosit”)
-
CARA PENETAPAN MASING-MASING NILAI :
Nilai untuk MCV, MCH dan MCHC diperhitungkan dari nilai-nila ; (a) hemoglobin (Hb), (b) hematokrit (Ht), dan (c) Hitung eritrosit/ sel darah merah (E). Kemudian nilai-nilai tersebut dimasukkan dalam rumus sebagai berikut :
  1. MCV (VER)       = 10 x Ht : E, satuan femtoliter (fl)
  2. MCH (HER)       = 10 x Hb : E, satuan pikogram (pg)
  3. MCHC (KHER)   = 100 x Hb : Ht, satuan persen (%)
Nilai normal :
  • MCV: 82-92 femtoliter
  • MCH: 27-31 picograms / sel
  • MCHC: 32-37 gram / desiliter
-
TUJUAN PENETAPAN NILAI ERITROSIT RATA-RATA
Eritrosit/ sel darah merah berfungsi sebagai tranportasi hemoglobin dengan kata lain juga mentranportasikan oksigen (O2), maka jumlah oksigen (O2) yang diterima oleh jaringan bergantung kepada jumlah dan fungsi dari eritrosit/ sel darah merah dan Hemoglobin-nya.
Nilai MCV mencerminkan ukuran eritrosit, sedangkan MCH dan MCHC mencerminkan isi hemoglobin eritrosit. Penetapan Indeks/ nilai rata-rata eritrosit ini digunakan untuk mendiagnosis jenis anemia yang nantinya dapat dihungkan dengan penyebab anemia tersebut.  Anemia didefinisikan berdasarkan ukuran sel (MCV) dan jumlah Hb per eritrosit (MCH) :
  • Anemia mikrositik : nilai MCV kecil dari batas bawah normal
  • Anemia normositik : nilai MCV dalam batas normal
  • Anemia makrositik : nilai MCV besar dari batas atas normal
  • Anemia hipokrom : nilai MCH kecil dari batas bawah normal
  • Anemia normokrom : nilai MCH dalam batas normal
  • Anemia hiperkrom : nilai MCH besar dari batas atas normal
-
INTERPRETASI HASIL ABNORMAL
Tujuan akhir dari penetapan nilai-nilai ini adalah untuk mendiagnosis penyebab anemia. Berikut ini adalah jenis anemia dan penyebabnya:
  • Normositik normokrom, anemia disebabkan oleh hilangnya darah tiba-tiba, katup jantung buatan, sepsis, tumor, penyakit jangka panjang atau anemia aplastik.
  • Mikrositik hipokrom, anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi, keracunan timbal, atau talasemia.
  • Mikrositik normokrom, anemia disebabkan oleh kekurangan hormon eritropoietin dari gagal ginjal.
  • Makrositik normokrom,  anemia disebabkan oleh kemoterapi, kekurangan folat, atau vitamin B-12 defisiensi.
 KIMIA KLINIK - GLIKOSA URINE
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa.

Nama Benedict merupakan nama seorang ahli kimia asal Amerika, Stanley Rossiter Benedict (17 Maret 1884-21 Desember 1936). Benedict lahir di Cincinnati dan studi di University of Cincinnati. Setahun kemudian dia pergi ke Yale University untuk mendalami Physiology dan metabolisme di Department of Physiological Chemistry.


Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan pereaksi benedict.

Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan menimbang sebanyak 100 gram sodium carbonate anhydrous, 173 gram sodium citrate, dan 17.3 gram copper (II) sulphate pentahydrate, kemudian dilarutkan dengan akuadest sebanyak 1 liter.

Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam makanan, sample makanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan dalam waterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses ini larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa adanya glukosa), hijau, kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa tinggi).

Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengandung dua monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidic sedemikian rupa sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa juga tidak bersifat pereduksi.

Uji Benedict dapat dilakukan pada urine untuk mengetahui kandungan glukosa. Urine yang mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali urine diketahui mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalam urine. Hanya glukosa yang mengindikasikan penyakit diabetes.
 
Sumber: kumpulan tulisan kimia


Senin, 03 Oktober 2011

kuliah sitohisto

JARINGAN EPITEL
Jaringan epitel adalah jaringan yang melapisi permukaan tubuh, organ tubuh atau permukaan saluran tubuh hewan.
Berdasarkan bentuk dan susunannya jaringan epitel dibagi menjadi
1. Epitel Pipih
a.
Epitel pipih selapis
Contoh:
pada pembuluh darah, alveolus, pembuluh limfe, glomerulus ginjal.

b.
Epitel banyak lapis
Contoh:
pada kulit, rongga mulut, vagina.
2. Epitel Kubus

a.
Epitel kubus selapis
Contoh:
pada kelenjar tiroid, permukaan ovarium.
b.
Epitel kubus banyak lapis
Contoh:
pada saluran kelenjar minyak dan kelenjar keringat pada kulit.
Gbr.     1. Epitel kubus selapis
        2. Epitel pipih selapis
3. Jaringan ikat
(diambil dari lapisan allantois dan amnion embrio babi).

3. Epitel Silindris
a.
Epitel silindris selapis
Contoh:
pada lambung, jonjot usus, kantung empedu, saluran pernafasan bagian atas.

Gbr. Epitel silindris banyak lapis bersilia .
(tampak silia di tengah-tengah,
diambil dari eaofagus janin).
b.
Epitel silindris banyak lapis
Contoh:
pada saluran kelenjar ludah, uretra.
c.
Epitel silindris banyak lapis semu/epitel silindris bersilia
Contoh:
pada trakea, rongga hidung.
4. Epitel Transisional
Merupakan bentuk epitel banyak lapis yang sel-selnya tidak dapat digolongkan berdasarkan bentuknya. Bila jaringannya menggelembung bentuknya berubah.
Contoh: pada kandung kemih.
Gbr 3. Epitel transisional dari kandung kemih anjing.

A : kandung kemih kosong

B : kandung kemih berisi urine

Sebagai jaringan yang menutup seluruh permukaan luar dan dalam tubuh setiap organisme, jaringan epitel mempunyai fungsi sebagai berikut

1. Sebagai pelindung
2. Sebagai kelenjar
3. Sebagai penerima rangsang
4. Sebagai lalu lintas keluar masuknya zat
EPIDEMIOLOGI

Batasan ( menurut Frost(1927), Paul(1938); Mac Mahon & Pugh(1970) dan Omran (1974)
Epi = pada atau tentang.
demos = rakyat/penduduk
logos = ilmu
“ ilmu yang mempelajari tentang hal-halyang terjadi pada rakyat”
Definisi
“ Ilmu yang mempelajari tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan pada sekelompok manusia/masyarakat serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Epidemiology be defined as the study of the distribution and determinants of diseases and injuries in human population.

Pengertian Pokok Epidemiologi
1. Frekuensi masalah Kesehatan-> banyaknya masalah kesehatan( kesakitan, kecelakaan dll) pada sekelompok manusia.
2. Penyebaran masalah kesehatan.pengelompokkan masalah kesehatn menurut keadaan tertentu,
3. Person(manusia) ; Place(tempat) dan Time(waktu).
4. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi : Faktor penyebab suatu maslah kesehatan, baik yang menerangkan frekuensi, penyebarannya maupun penyebab timbulnya masalah kesehatan.

Ruang lingkup epidemiologi
1. Subjek dan objek epidemiologi : masalah kesehatan ( p.menular,p.tdk menular, kecelakaan, bencana alam dsb).
2. Masalah kesehatan yang ditemukan pada sekelompok manusia.( bedakan dengan ilmu kedokteran klinik?).
3. Dalam merumuskan penyebab timbulnya suatu masalah kesehatan dimanfaatkan data tentang frekuensi dan penyebaran masalah kesehatan tesebut ->Metode Lit epid-> penyebab msl dan timbulnya masalah kesehatan.



Peranan dan Manfaat epidemiologi
1. Membantu pekerjaan Administrasi Kesehatan ->POAC masalah Kesehatan
2. Dapat menerangkan penyebab suatu masalah kesehatan -> langkah penanggulangan( preventif dan kuratif).
3. Dapat menerangkan perkembangan alamaiah suatu penyakit -> guna menghentikan perjalanan penyakit supaya dapat dicegah efek berkelanjutan.
4. Dapat menerangkan keadaan suatu masalah kesehatan menurut PPT.
• Epidemi -> msl kesehatan(penyakit) pada daerah ttt, waktu singkat frekuensi meningkat.
• Pandemi -> epidemi + penyebarannya meluas.
• Endemi -> keadaan dimana masalah kesehatan frekuensinya pada suatu wilayah ttt menetap dlm waktu lama.
• sporadik : Maslah kesehatan pada wil ttt -> frekuensi berubah-ubah menurut perubahan waktu.
• Wabah : kejadian berjangkitnya suatu penyakit dalam masyarakat dengan jumlah penderita meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu, serta dapat menimbulkan malapetaka.

KONSEP PENYAKIT
1. Penyakit adalah suatu manifestasi dari timbulnya gangguan dan atau kelainan pada diri seseorang yang sehat.
2. Timbulnya gangguan/kelainan dikemukakan oleh Gordon dan Le Richt(1950) yang menitikberatkan dari sudut ekologi.timbulnya penyakit dipengaruhi 3 faktor:
• Pejamu(host): diri manusia yang mempengaruhi
• Agent(bibit penyakit) : substansi atau elemen kehadirannya atau ketidakhadirannya dapat menyebabkan atau menggerakkan timbulnya penyakit.
• Environment(lingkungan) adalah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perekambanagn suatu organisme.

Hubungan Host Agent Environment
( The Epidemiologi Triangle)
1. Sehat : Kedudukan Host, Agent dan Environment seimbang
2. Sakit, bila
Agent meningkat
Daya tahan tubuh menurun
Lingkungan berubah

Konsep penyakit
(jaring-jaring sebab-akibat)
• TIMBULNYA PENYAKIT DICEGAH DNG MEMTONG MATA RANTAI SEBAB AKIBAT
• PENYAKIT TDK BERGANTUNG PADA SATU SEBAB BERDIRI SENDIRI MELAINKAN SEBAGAI AKIBAT DARI SERANGKAIAN SEBAB-AKIBAT

RODA( WHEEL)
 HUB MNS-LINGK TETAPI TDK MENEKANKAN AGENT

RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT
The Naural History of Disease
Ada 5 tahapan Perkembangan Suatu Penyakit
1. Tahap Prepatogenesis (tahap sebelum sakit) Interaksi Host, agent dan environment.
2. Tahap inkubasi. :Bibit penyakit masuk kedalam tubuh kemudian timbul gejala penyakit(masa inkubasi penyakit tidak sama) Bila daya tahan tubuh kuat perkembangan penyakit lambat sampai timbulnya penyakit.
3. Tahap Penyakit Dini. : Dihitung mulai munculnya gejala penyakit sampai orang telah jatuh sakit_> ringan berobat jalan.
4. Tahap Penyakit Lanjut : Penderita tidak dapat melakukan pekerjaan apapun-> perlu perawatn lebih baik di rumah sakit, tergantung macam penyakit.
5. Tahap akhir Penyakit
• Sembuh sempurna.>> fungsi dan bentuk tubuh kembali pada seb.sakit.
• Sembuh cacat.
• carier
• Khronis
• Meninggal


PENCEGAHAN PENYAKIT
Tindakan lebih dahulu sebelum kejadian yang didasarkan pada keterangan bersumber hasil analisis epidemiologi.
Tingkat pencegahan:
1. Primary Prevention -> target orang sehat.
a. Health promotion
b. Specific protection
2. Secondary Prevention-> baru terkena penyakit.
c. Early diagnosis & Prompt Treatment.
3. Tertiary Prevention _> penderita penyakit ttt
d. Disability limitation & rehabilitation.
Program Pencegahan
Pada Tingkat I
a. Mengurangi penyebab peranan
• desinfeksi, pasteurisasi, sterilisasi
• karantina,
• mengurangi sumber allergen/ toksin /fisika .
• mengurangi/menghindari setiap perilaku yang memperbesar risk.
b. Mengatasi/memodifikasi lingkungan
• perbaikan fisik: air minum, sanitasi lingkungan
• perbaikan biologis: PSN, pembrantasan vector penyk
• perbaikan sosial : kpdtn rumah, hub sosial.
c. Meningkatkan daya tahan host
• perbaikan gizi, imunisasi; ketahanan fisik OR, psikologis.

Pada Tingkat II -> penderita/terancam akan menderita agar penyakit tdk meluas/menghentikan
proses penyakit lebih lanjut :
a. Pemberian chemoprophylaxis : Prepathogenesis.
b. Pencarian penderita secara dini dan aktif.
• pemeriksaan berkala.
• Screening (pencarian pndrt scr umum untuk penyakit ttt)
• pengobatan/perawatan pasien ttt.

Pada Tingkat III -> mencegah cacat, kematian penyebab ttt dan rehabilitasi
• pengobatan perawatan penderita kencing manis, tek.darah tinggi, saraf dlll.
• rehabilitasi fisik/medis
• rehabilitasi mental/psycho
• rehabilitasi sosial


PENELITIAN EPIDEMIOLOGI JANGKAUAN DAN KEGIATAN EPIDEMIOLOGI
DISAIN PENELITIAN :

STUDI OBSERVASIONAL
1. TDK DILAKUKAN INTERVENSI PADA FAKTOR-FAKTOR YANG DITELITI
2. STUDI DESKRIPTP : BILA BELUM DIKETAHUI RIWAYAT ALAMIAH, KEJADIAN ATAU FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUATU MASALAH KESEHATAN.
3. TUJUAN : MEMPERKIRAKAN FREKUENSI SUATU MASALAH KESEHATAN ATAU KECENDERUNGAN MENURUT WAKTU, MENENTUKAN KARAKTERISTIK INDIVIDU MENURUT CIRI TERTENTU.
4. HASIL KEGIATAN EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIF HANYA MENJAWAB PERTANYAAN WHO, WHERE, WHEN TIMBULNYA MASALAH KESEHATAN TETAPI TDK MENJAWAB PERTANYAAN MENGAPA(WHY) TIMBULNYA MASALAH KESEHATAN
CONTOH :
 Mengetahui data ttg frekuensi penderita TBC di daerah X?
 Mengetahui penyebaran penyakit TBC menurut umur, jns kelamin di daerah X

DESKRIPTIF
VARIABEL EPID DESKRIPTIF
1. ORANG(PERSON) : Umur, jenis kelamin, kelas sosial, jns pek, penghasilan, gol etnik, status perkawinan, besarnya klg, struktur klg, paritas, dll.
2. TEMPAT(PLACE) : Geografis, administratif.
3. WAKTU (TIME)-> perubahan2 penyakit mnrt waktu -> perubahan etiologis.
- perubahan jangka pendek : jam,hr,mgg,bln.
- perubahan scr siklis : perubahan berulang-ulang, hr, bln(musiman), tahunan, bbrp tahun
- perubahan sekuler (sculer trends) : dalam periode yang panjang, bertahun-tahun, berpuluh puluh tahun.

STUDI ANALITIK
• Bila cukup banyak diketahui mengenai suatu masalah kesehatan
• Hipotesis spesifik dapat diuji.
• Tujuan : mengidentifikasi faktor resiko yang mempengaruhi masalah kesehatan/penyakit, memperkirakan akibatnya terhadap masalah tersebut dan memberikan rekomendasi mengenai strategi intervensi yang mungkin dilakukan.
• Hasil : asosiasi/hub.sebab-akibat >tegas & nyata.
• Kekurangan : lebih mahal dan lebih rumit.

PENELITIAN SURVEI
1. Survei hanya mencakup sampel dari populasi.(sensus : seluruh)
2. Sering disebut sampel survei.
3. Unit analisis : individu atau agregatnya (>1)
4. Tujuan : - mengetahui karakteristik populasi, menjelaskan kejadian yg terjadi di pop,melakukan eksplorasi hal yg belum jelas
DESAIN SURVEI
1. Cross-sectional ( suatu waktu tertentu)
2. Longitudinal : data dikumpulkan pada beberapa waktu berbeda, untuk melihat perubahan yang terjadi.
- studi kecenderungan( sampel mewakili populasi yang sama).
- studi kohort(populasi yang sama)
- studi panel ( responden sama)

STUDI CROSS SECTIONAL

STUDI PREVALENSI
• Pengamatan hanya sekali
• Informasi faktor resiko dan “outcome” diperoleh dari wawancara/catatan medik, diukur bersamaan dan biasanya telah terjadi.
• Sampel dipilih mewakili populasi
• Dapat menilai hubungan asosiasi antara faktor resiko dengan “outcome” pada saat bersamaan -> studi analitik,

KELEBIHAN :
• Sampel dipilih secara random dari populasi
• Tidak ada “ drop out”
• Sekaligus dapat meneliti banyak variabel
• Dasar bagi penelitian selanjutnya
• Waktu pelaksanaan singkat, biaya relatif murah.

KEKURANGAN
• Sulit membedakan variabel penyebab dengan variabel akibat, karena tidak diketahui mana yang terjadi lebih dahulu.
• Lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa sakit panjang.
• Perlu subyek penelitian banyak
• Tidak bisa menggambarkan perjalanan penyakit
• Tidak praktis untuk kasus yang jarang.

STUDI KASUS KONTROL
1. Kasus = kelompok dng “outcome”/penyakit.
2. Kontrol = kelompok yang tidak dengan “outcome”/penyakit tertentu.
3. Studi epidemiologik analitik observasional.
4. Tujuan : menerangkan hubungan antara penyakit dan faktor resiko.
5. Kasus ditentukan dalam suatu periode waktu.
6. Paparan terhadap faktor resiko dimasa lalu diteliti retrospektif.
7. Faktorbresiko dibandingkan untuk mencari perbedaan yang bermakna
8. Kontrol dipilih dengan cara serasi(matching) atau tanpa matching.
9. Kelebihan :
• Untuk meneliti kasus yang jarang atau masa latennya panjang.
• Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
• Biaya relatif lebih sedikit.
• Subyek penelitian lebih sedikit.
• Memungkinkan identifikasi berbagai faktor resiko sekaligus.
10. KEKURANGAN
• Data berdasarkan daya ingat atau catatan medik.
• Validasi informasi sulit diperoleh
• Tidak dapat memberikan Incidens rate
• Karena kasus dan kontrol dipilih peneliti, sulit untuk menentukan kedua kelompok tsb sebanding dalam faktor eksternal dan sumber bias yang lain.

STUDI KOHORT
• Tujuan : mengkaji hubungan antara faktor resiko dengan “out come”/penyakit
• Minimal ada dua kelompok yang diteliti : Kel. terpajan dan kelompok tidak terpajan.
• Pengelompokan tidak dilakukan secara acak.
• Kedua kelompok diikuti selama periode tertentu untuk menentukan “out come”
• Resiko terjadinya masalah pada kedua kelompok akan dibandingkan untuk melihat ada/tidaknya perbedaan
JENIS-JENIS STUDY KOHORT
• Studi Kohort prospektif dengan kelompok pembanding internal
• Studi kohort prospektif dengan kelompok pembanding eksternal
• Studi kohort retrospektif

Kelebihan:
• Disain terbaik untuk menentukan insidens dan perjalanan penyakit.
• Menerangkan hubungan faktor risiko & outcome secara temporal dengan baik.
• Pilihan terbaik untuk kasus yang bersifat fatal dan progresif
• Dapat meneliti beberapa efek sekaligus dari faktor resiko tertentu.
• Pengamatan kontinu & longitudinal, kekuatan penelitian andal.

KELEMAHAN :
• Waktu lama, rumit, biaya mahal.
• Kurang efisien untuk kasus yang jarang terjadi
• Ancaman drop out atau perubahan intensitas pajanan tinggi.
• Dapat menimbulkan masalah etik ( membiarkan subyek terkena panajan)

STUDI EKSPERIMEN

1. Peneliti secara acak menentukan alokasi individu ke dalam kelompok studi berdasarkan paparan yang direncanakan.
2. Responden secara acak ditempatkan pada salah satu kelompok dan kedua kelompok diikuti hingga paparan terlihat

UKURAN FREKUENSI PENYAKIT
BATASAN :
Keterangan tentang banyaknya suatu masalah kesehatan yang ditemukan dalam kelompok manusia yang dinyatakan angka mutlak, rate, ratio dan proporsi.
Dalam melakukan pengukuran perlu diperhatikan :
a. Mengupayakan agar masalah kesehatan yang akan diukur hanyalah masalah yang dimaksudkan saja.
b. Mengupayakan agar msl kesehatan yang akan diukur dapat masuk dalam pengukuran.
c. Pengujian hasil pengukuran dalam bentuk yang memberikan keterangan optimal. penilaian suatu program kesehatan diharapkan dapat memberikan informnasi jelas,akurat dan mudah dimengerti

RATE, RATIO & PROPORSI
1. RATE -> frekuensi kmk munculnya suatu kejadian pada sekelompok masyarakat.
Perbandingan suatu peristiwa/event dibagi jumlah penduduk yang mungkin terkena peristiwa dimaksud(population at risk) dalam waktu sama (dalam %,%o)
2. RATIO : Perbandingan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya yang tidak berhubungan.
Ratio = x/y Contoh :
Sex ratio = jumlah penduduk laki2 / jumlah penduduk wanita
3. Proporsi laki (%) = Jumlah penduduk laki2 / jumlah penduduk laki2 &wanita X 100 %
Proporsi mirip rate = a / a +b x 100 %

UKURAN MASALAH KESEHATAN
PENYAKIT :
A. Insidens rate
B. attack rate
C. Scondary attack rate.
D. Prevalens rate :
* period prevalens rate
* point prevalens rate

KEMATIAN :
1. Crude Death Rate
2. Infant Mortality Rate
3. Maternal Mortality Rate
4. Case Fatality Rate, dll

Insidens Rate
• Insiden ialah gambaran tentang frekuensi penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu waktu ttt di suatu kelompok masyarakat.
• Contoh :
Pada suatu daerah dengan jumlah penduduk tgl 1 Juli 2005 sebanyak 100.000 orang semua rentan terhadap penyakit Diare ditemukan laporan penderita baru sebagai berikut : bulan januari 50 orang, Maret 100 orang, Juni 150 orang, September 10 orang dan Desember 90 orang

IR = ( 50+ 100+150+10 +90) /100.000 X 100 % = 0,4 %

Attack Rate
• Jumlah penderita baru suatu penyakit yang ditemukan pada suatu saat dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit tersebut pada saat yang sama dalam %, permil.
• Contoh
Dari 500 orang murid yang tercatat pada SD X ternyata 100 orang tiba-tiba menderita muntaber setelah makan nasi bungkus di kantin sekolah.

Attack rate = 100 / 500 X 100% = 20 %
• AR hanya dignkan pd kel.masy terbatas, periode terbts, mis KLB.

Secondary Attack Rate
• Jumlah penderita baru suatu penyakit yang terjangkit pada serangan kedua dibandingkan dengan jumlah penduduk dikurangi yang telah terkena pada serangan pertama dalam (%) atau ‰
• Contoh :
Jumlah Penduduk 1000 orang, dilaporkan sbb : Bulan April 2005 terjangkit penyakit X sebanyak 150 penderita.Bulan Agustus 2005 terjadi serangan penyakit yang sama dengan penderita 250 orang

Secondary Attack rate = 250/1000-150 X 100 % = 29,41 %

Prevalen
• Gambaran tentang frekuensi penderita lama dan baru yang ditemukan pada jangka waktu tertentu disekelompok masyarakat tertentu.
• Ada dua Prevalen:
A. Period Prevalence
Contoh :
Pada suatu daerah penduduk pada 1 juli 2005 100.000 orang, dilaporkan keadaan penyakit A sbb: Januari 50 kasus lama dan 100 kasus baru. Maret 75 kasus lama dan 75 kasus baru, Juli 25 kasus lama dan 75 kasus baru; Sept 50 kasus lama dan 50 kasus baru dan Des. 200 kasus lama dan 200 kasus baru.
Period Prevalens rate :
(50+100) +(75+75)+(25+75)+(50+50)+(200+200) /100.000 X 100 % = 0,9 %

B. Point Prevalence Rate:-> Prevalence Rate saja.
Jumlah penderita lama dan baru pada satu saat, dibagi dengan jumlah penduduk saat itu dalam persen/permil.
Contoh Satu sekolah dengan murid 100 orang, kemarin 5 orang menderita penyakit campak, dan hari ini 5 orang lainnya menderita penyakit campak
Point Prevalence rate = 10/100 x 1000 ‰= 100 ‰

Hub.antara Prevalence dan Incidence
1. Hubungan antara Prevalence(P) dan Incidence(I) adalah P ~ I x D yang berarti bahwa prevalence berubah menurut incidence dan lamanya sakit D(duration)
2. Apabila incidence dan lamanya sakit stabil selama waktu yang panjang formula ini dituliskan :
P= I x D.
3. Jadi apabila prevalence dan lamanya sakit diketahui maka dapatlah dihitung incidence.
Syarat :
• Nilai Incidence dalam waktu lama konstans
• Lama berlangsungnya suatu penyakit stabil.
Angka Kematian
1. Crude Death Rate: Jum kematian / Jum Pendd
2. Caused Specific Death Rate:
Contoh : Dikota X jumlah penduduk 200.000 jiwa, terjadi kematian 1500 orang selama th 1985, diantaranya ada 25 org keracunan pestisida ? Hitung CDR dan CSDR pestisida?
CDR = 1500/200.000 = 7.5‰
CSDR= pestisida= 25/200.000 = 12.5 /100.000 pdd
3. Infant Mortality Rate :
Jumlah kematian bayi(0-12 bln) / Jumlah kelahiran hidup x 100 %
4. Case Fatality Rate(CFR):
Jumlah kematian karena penyakit X / Jumlah seluruh penderita penyakit X X 100 %
Contoh :
Didaerah X dlm 1 tahun terdapat kasus penyakit Radang Paru
500 orang yang meninggal 300 orang?à CFR?
CFR = 300/500 x 100 %= 60 %
Angka ini menunjukkan keganasan penyakit.
Contoh kasus Flu burung positif 65 org, yg meninggal 54 org
Hitung CFR flu burung ?
54 / 65 X 100 % = 83 %


sumber: komunitas keperawatan